Wow Mahasiswa Indonesia Juara Di India Bikin Transmisi Motor Dual Mode
Satrio, Mahasiswa Indonesia yang menciptakan system transmisi motor dual mode. Bisa pindah transmisi Manual maupun Transmisi Otomatis. sesuai keinginan penggunanya, Presentasinya dalam Kejuaraan yang digelar Indian Institute of Technology Delhi, New Delhi India, dia
mengatakan ketika orang yang lebih cenderung suka menggunakan mode
manual mengalami gangguan otot, atau ada anggota keluarga lain yang
sudah tua, yang sewaktu-waktu ingin menggunakan motor dalam mode
otomatis.
Dikutip dari Merdeka.com , Inovasi mahasiswa yang hobi memasak, balap motor, angkat besi, dan mengutak atik alat-alat elektro ini juga dinilai dari segi efisiensi, ekonomis, dan tentu memenuhi kerealistisan untuk di aplikasikan atau merupakan teknologi tepat guna.
Satrio menjawab dengan lugas semua keraguan dewan juri pada saat sesi tanya jawab setelah mempresentasikan karyanya seperti yang ditampilkan di video rekaman presentasinya tersebut.
Ada dua alasan teknis yang dijelaskan Satrio yaitu "1 Murah dan applicable : Karena desain yang disederhanakan, serta kontrol kopling dan karburator yang menggunakan 'solenoid' meminimalkan jumlah komponen yang dipakai, karena tidak perlu 'throttle position sensor'. Jumlah transistor penggerak daun karburator juga berkurang dari empat menjadi satu.
Solenoid juga memungkinkan pemasangan transmisi ini tanpa merubah mesin, karburator, ataupun gearbox, hanya tinggal potong kabel gas, kopling, dan merubah sistem pengungkit transmisi dari luar gearbox.
Kedua, peningkatan efisiensi hingga 20 persen: Transmisi sepeda motor berbasis CVT mengalami rugi daya hingga 20 persen, sebab gesekan yang terjadi saat perpindahan rasio transmisi di karet penggerak. CVT juga rentan mengalami kerusakan mendadak jika dipergunakan untuk beban berat.
Transmisi otomatis tidak mengalami rugi-rugi daya karena menggunakan gearbox manual yang dikontrol oleh motor listrik, serta kopling yang dikontrol solenoid, sehingga daya yang dipergunakan untuk perpindahan gigi hanya listrik dari alternator motor.
Ketahanan dan reliabilitas transmisi otomatis juga meningkat, diserahkan karet CVT harus diganti secara berkala, sementara transmisi tidak memerlukan overhaul berkala jika tidak ada kerusakan pada sistem kontrol elektroniknya.
Meskipun tidak mendapatkan bantuan finansial dari pihak yang seharusnya diharapkan bisa membantu, Satrio secara mandiri mampu membuktikan sekaligus mencuri perhatian yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari negara dengan menjuarai lomba.
Kemenangan pria kelahiran Jakarta tahun 1989 ini menjadi kemenangan bagi mahasiswa Indonesia terutama di India. Ucapan selamat menghujani akun sosial media milik Satrio, mulai dari sahabat, alumni, pelajar, akademisi dan juga para pejabat.
IIT Delhi merupakan universitas top tidak hanya di India, tetapi juga di dunia bersama dengan IIT Bombay. Setelah melalui beberapa babak, Satrio berhasil lolos hingga ke final dan akhirnya menumbangkan seluruh lawan lawannya yang mayoritas mahasiswa IIT Delhi.
Selain mendapat sertifikat dan penghargaan, Satrio juga mendapatkan uang sebesar INR 75.000 atau sekitar Rp 14 juta yang ingin digunakannya untuk mengembangkan karyanya. Satrio berkeinginan untuk melanjutkan kuliahnya ke jenjang lebih tinggi untuk menjadi seorang profesor.
Dikutip dari Merdeka.com , Inovasi mahasiswa yang hobi memasak, balap motor, angkat besi, dan mengutak atik alat-alat elektro ini juga dinilai dari segi efisiensi, ekonomis, dan tentu memenuhi kerealistisan untuk di aplikasikan atau merupakan teknologi tepat guna.
Satrio menjawab dengan lugas semua keraguan dewan juri pada saat sesi tanya jawab setelah mempresentasikan karyanya seperti yang ditampilkan di video rekaman presentasinya tersebut.
Ada dua alasan teknis yang dijelaskan Satrio yaitu "1 Murah dan applicable : Karena desain yang disederhanakan, serta kontrol kopling dan karburator yang menggunakan 'solenoid' meminimalkan jumlah komponen yang dipakai, karena tidak perlu 'throttle position sensor'. Jumlah transistor penggerak daun karburator juga berkurang dari empat menjadi satu.
Solenoid juga memungkinkan pemasangan transmisi ini tanpa merubah mesin, karburator, ataupun gearbox, hanya tinggal potong kabel gas, kopling, dan merubah sistem pengungkit transmisi dari luar gearbox.
Kedua, peningkatan efisiensi hingga 20 persen: Transmisi sepeda motor berbasis CVT mengalami rugi daya hingga 20 persen, sebab gesekan yang terjadi saat perpindahan rasio transmisi di karet penggerak. CVT juga rentan mengalami kerusakan mendadak jika dipergunakan untuk beban berat.
Transmisi otomatis tidak mengalami rugi-rugi daya karena menggunakan gearbox manual yang dikontrol oleh motor listrik, serta kopling yang dikontrol solenoid, sehingga daya yang dipergunakan untuk perpindahan gigi hanya listrik dari alternator motor.
Ketahanan dan reliabilitas transmisi otomatis juga meningkat, diserahkan karet CVT harus diganti secara berkala, sementara transmisi tidak memerlukan overhaul berkala jika tidak ada kerusakan pada sistem kontrol elektroniknya.
Meskipun tidak mendapatkan bantuan finansial dari pihak yang seharusnya diharapkan bisa membantu, Satrio secara mandiri mampu membuktikan sekaligus mencuri perhatian yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari negara dengan menjuarai lomba.
Kemenangan pria kelahiran Jakarta tahun 1989 ini menjadi kemenangan bagi mahasiswa Indonesia terutama di India. Ucapan selamat menghujani akun sosial media milik Satrio, mulai dari sahabat, alumni, pelajar, akademisi dan juga para pejabat.
IIT Delhi merupakan universitas top tidak hanya di India, tetapi juga di dunia bersama dengan IIT Bombay. Setelah melalui beberapa babak, Satrio berhasil lolos hingga ke final dan akhirnya menumbangkan seluruh lawan lawannya yang mayoritas mahasiswa IIT Delhi.
Selain mendapat sertifikat dan penghargaan, Satrio juga mendapatkan uang sebesar INR 75.000 atau sekitar Rp 14 juta yang ingin digunakannya untuk mengembangkan karyanya. Satrio berkeinginan untuk melanjutkan kuliahnya ke jenjang lebih tinggi untuk menjadi seorang profesor.